Kurban, [Seharusnya] Saatnya Peternak Panen

Sebentar lagi kita akan menyambut Hari Raya Haji atau Hari Raya Kurban. Kalau kita perhatikan, dalam kurun 20 tahun terakhir, perayaan hai raya kurban mulai terasa berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Perbedaan ini bisa kita lihat dari pola pengadaan, marketing dan pendistribusian hewan kurban.
Dari sisi pengadaan, kalau dulu penyediaan hewan kurban lebih didominasi oleh para blantik (pedagang ternak) kini pengadaan ternak, selain blantik¸ juga banyak pedagang-pedagang hewan dadakan atau musiman pada saat kurban saja. Maklum saja, harga ternak pada saat kurban biasanya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hari-hari biasa. Potensi keuntungan inilah yang menjadikan daya tarik untuk berdagang hewan kurban.
Marketing dan promosi hewan kurban pun berkembang seiring dengan perkembangan teknologi. Sebulan menjelang hari kurban, kita akan dengan mudah menemukan brosur, spanduk, iklan di radio, bahkan di internet, media cetak dan iklan di televisi.
Pendistribusian hewan kurban pun saat ini seperti tanpa batas teritorial lagi. Bukan hanya menyebar antar kampung, antar desa, antar kabupaten, atau antar pulau, distribusi sudah menembus batas lintas negara. Kurban dari muslim australia, eropa, dan timur tengah sudah banyak masuk ke Indonesia. Demikian juga kurban dari Indonesia sudah menyambangi Philipina, Myanmar, Kamboja dan Afrika.
Semakin meriahnya perayaan kurban, semakin banyaknya ternak kurban yang dipotong, tentunya membutuhkan penyediaan hewan kurban yang juga makin meningkat. Disinilah peran peternak menjadi sangat penting. Apalagi karakter peternakan di Indonesia masih sangat di dominasi oleh peternakan rakyat. Harusnya dalam momen kurban, peternak lah yang dapat menikmati keuntungan yang lebih tinggi.
Namun faktanya, karakter peternak yang masih sendiri-sendiri, tersebar, terpisah satu sama lain dan faktor pengetahuan serta kemampuan peternak dalam memasarkan produknya ke konsumen, membuat para peternak kecil tidak mampu menikmati kenaikan harga yang terjadi.
Lalu siapa yang menikmati? Tentu para pedagang, pengumpul atau bahkan panitia-panitia kurban yang lebih mampu beriklan untuk menarik para pekurban. Sementara harga di peternak tidak lebih dari harga-harga seperti hari biasanya.
Untuk itulah rasanya sangat penting bagi para peternak untuk menguatkan posisi tawarnya (bargaining position) baik terhadap pedagang pengumpul maupun konsumen. Jika tidak, maka peternak kecil tidak akan pernah bisa merasakan saatnya panen di hari kurban.
Bagaimana agar posisi tawar ini naik? Seperti tulisan sebelumnya, mari mulai membentuk kelompok, organisasi atau perkumpulan yang membuat kita semakin kuat. Tidak sendiri-sendiri lagi.
Dalam konteks nasional, peran pemerintah dan asosiasi peternak yang sudah ada seperti Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI) menjadi sangat strategis. Dan juga lembaga-lembaga pemberdaya peternakan rakyat, salah satunya Negeri Ternak Indonesia juga dapat menjadi jembatan untuk memampukan (enabling) kekuatan peternakan rakyat. Sehingga di masa datang posisi mayoritas dari peternakan rakyat juga mampu berperan lebih dalam konstelasi bisnis peternakan di Indonesia.

 

Purnomo
Direktur Negeri Ternak Indonesia

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *